Suatu
hal yang tidak diragukan lagi adalah; bahwa semua persoalan-persoalan
semua masalah gambar dan menggambar yang dimaksud adalah gambar-gambar
yang dipahat atau dilukis. Adapun masalah gambar yang diambil dengan
menggunakan sinar matahari atau yang kini dikenal dengan nama fotografi,
maka ini adalah malah baru yang belum pernah terjadi pada masa atau
zaman Rasulullah SAW dan ulama-ulama salaf, oleh karena itu, apakah hal
ini dapat dipersamakan dengan hadist-hadist yang membicarakan masalah
melukis dan pelukisnya, seperti dalam hal ini ada sebuah hadist yang
menerangkan bahwa Jibril a.s. pernah minta ijin kepada Rasulullah SAW. Untuk masuk rumahnya kemudian Nabi SAW. Berkata kepada Jibril a.s.: “Masuklah! Tetapi,Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk sedang di dalam rumahmu itu
ada gorden yang penuh gambar! Tetapi, kalau engkau tetap akan
memakainya, maka putuskanlah kepalanya atau potonglah untuk di buat
bantal atau buatlah tikar.” (Riwayat Nasa’I dan Ibnu Hibban)
Jibril pernah
tidak mau masuk rumah Nabi SAW. Karena di depan pintu rumahnya ada
patung, hari berikutnya Jibril tetap tidak mau masuk sehingga ia
mengatakan kepada Nabi SAW.: “Perintahkan untuk memotong kepala patung itu, sehingga menjadi seperti kepala pohon” (Riwayat Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).
“Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya nanti pada hari kiamat ialah orang-orang yang menggambar” (Riwayat Muslim)
“Singkirkanlah gorden itu dariku karena gambar-gambarnya selalu tampak dalam shalatku” (Riwayat Bukhari)
Terhadap orang yang membuat patung atau gambar Rasulullah pernah bersabda:
“Siapakah orang
yang lebih berbuat zalim selain orang yang bekerja membuat seperti
ciptaan-Ku? Oleh Karena itu cobalah mereka membuat biji atau zarrah (Hadist qudsi. Riwayat Bukhari dan Muslim)
Orang –orang yang
berpendirian bahwa haramnya gambar adalah terbatas pada yang berjasad
(patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak
sebadan penuh. Tetapi, orang yang
berependapat lain, apakah foto semacam
ini dapat dikiasakan dengan gambar yang dilukis dengan menggunakan
kuas? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah di tegaskan dalam
hadist masalah pelukis, diharamkannya melukisa lantaran menandingi
ciptaan Allah – tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? sedangkan
menurut ahli-ahli usul fiqih kalau illatnya itu tidak ada, yang dihukum
pun (ma’lulnya) tidak ada.
Jelasnya persoalan ini
adalah seperti yan pernah difatwakan oleh syekh Muhammad Bukhait, mufti
Mesir, bahwa fotografi itu merupakan penahanan bayangan dengan suatu
alat yang telah dikenal dengan tehnik “Tustel” atau “Camera”. Cara ini
sedikitpun tidak ada larangannya. Larangan menggambar adalah mengadakan
gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat sebelumnya yang bisa
menandingi (makhluk) ciptaan Allah, sedang pengertian semacam ini tidak
terdapat pada gambar yang diambil dengan alat tustel.
Dan ada beberapa kesimpulan hukum mengenai gambar dan yang menggambar sebagai berikut :
- Jenis gambar yang sangat di haramkan adalah gambar yang disembah selain Allah, seperti Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat membuat pelukisnya kufur kalau dia lakukan itu dengan penuh pengetahuan dan kesengajaan. Begitu juga dengan pembuat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.
- Termasuk juga berdosa orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tatapi bertujua untuk meandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan dapat membuat model baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Hal ini dapat membuat kufur, hal ini, tergantung pada niat pelukisnya sendiri.
- Di bawah lagi termasuk patung-patung yang tidak disembah, tapi untuk diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala Negara, atau para pemimpin yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monument-monumen yang dibangun dilapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu setengah badan atau sebadan penuh.
- Di bawahnya lagi patung binatang-binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang terbuat dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.
- Selanjutnya, ialah di papan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-angungkan seperti gambar para penguasa, dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar itu dipancangkan atau digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang zalim, ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti meruntuhkan Islam.
- Di bawah itu ialah gambar binatang yang tidak bermaksud untuk diagung-agungkan , tetapi dianggap sebagai suatu pemborosan, misalnya, gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya termasuk yang dimakruhkan.
- Adapun gambar pemandangan, misalnya, pepohonan, kurma, lautan, perahu, gunung, dan sebagainya, tidak ada dosa sama sekali baik si pelukis atau yang menyimpannya, selama gambar tersebut tidak menjauhkan pemilik nya dari ibadah dan pemborosan. Kalau sampai demikian, maka hukumnya makruh.
- Adapun fotografi pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objec yang diharamkan, seperti disucikan oleh permiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebuh kalau yang disanjung itu orang-orang fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis, dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
- Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya telah diubah dan direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang bias diinjak-injak oleh kaki dan sandal.
0 komentar:
Posting Komentar