Ada
banyak pandangan ekstrim yang berlaku di masyarakat sebelum kedatangan
Islam. Ada yang mendewakan perempuan, memuja-muja serta menjadikannya
sebagai suatu yang sangat istimewa, namun sebaliknya, ada yang begitu
merendahkannya dan menyamakannya dengan binatang. Dalam mitologi Yunani
misalnya, kita mengenal ada seorang dewi yang bernama Hera, yang
digambarkan memiliki kekuatan luar biasa. Demikian juga, di
Mahabharata—yang lekat dengan ajaran Hindu—kita mengenal Dewi Durga yang
profilnya kurang lebih mirip dengan Hera.
Sementara, di belahan dunia yang lain, perempuan diposisikan sebaliknya. Di Jazirah Arab sendiri, para lelaki merasa sangat hina ketika anak perempuan mereka lahir, sebagaimana firman-Nya, “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.” (QS. an-Nahl: 58). Mereka menganggap anak perempuan adalah sosok yang tak bisa dibanggakan, karena tak bisa diajak berperang, berburu atau berkuda. Oleh karenanya, mereka pun dengan tega membunuh bayi-bayi perempuan mereka.
Sementara, di belahan dunia yang lain, perempuan diposisikan sebaliknya. Di Jazirah Arab sendiri, para lelaki merasa sangat hina ketika anak perempuan mereka lahir, sebagaimana firman-Nya, “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.” (QS. an-Nahl: 58). Mereka menganggap anak perempuan adalah sosok yang tak bisa dibanggakan, karena tak bisa diajak berperang, berburu atau berkuda. Oleh karenanya, mereka pun dengan tega membunuh bayi-bayi perempuan mereka.
Perempuan
pada beberapa masyarakat non Islam, lebih banyak diposisikan sebagai
pemuas hawa nafsu belaka. Orang-orang Yahudi misalnya, menganggap
perempuan sebagai kutukan, karena Hawa—sebagai perempuan pertama—telah
menyesatkan Adam as. untuk memenuhi godaan iblis dengan memakan buah
pohon yang terlarang, sehingga mereka diusir dari surga oleh Allah SWT.
Wanita dinistakan sebagai pangkal kejahatan, kesalahan dan dosa.
Di
tanah Jawa sendiri, wanita telah lama dinisbatkan sebagai sekadar
‘konco wingking’ yang aktivitasnya hanya berkutat pada ‘3-ur’, yakni
dapur, sumur dan kasur. Yakni memasak, mencuci (bersih-bersih) dan
melayani suami di tempat tidur. Mereka tidak dilipatkan dalam
pengambilan-pengambilan keputusan yang sifatnya strategis. Eksistensi
dan potensi ilmiah mereka dikebiri sedahsyat-dahsyatnya.
Dalam
kondisi semacam itu, Islam lahir dengan membawa risalah yang moderat
tentang perempuan. Perempuan bukanlah dewa, namun juga bukan budak
belian. Perempuan bukanlah burung dalam sangkar emas, namun juga bukan
anjing buduk yang ditendang-tendang. Perempuan adalah sama dengan
lelaki, sama-sama hamba tuhan, dengan yang memiliki kewajiban menegakkan
beribadah kepada-Nya. Keduanya mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menjadi hamba Allah, dan diberikan pahala atau dosa seperti yang mereka
usahakan.
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 13).
Adapun
posisi yang paling pas untuk menggambarkan kesederajatan antara lelaki
dan perempuan dalam Islam adalah sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya perempuan itu tidak lain kecuali saudara kandung laki-laki.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).
Hadist ini menegaskan firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara…”
(QS. al-Hujurat: 10). Sebagai saudara, maka lelaki dan perempuan
merupakan penolong satu sama lain dalam rangka menuju jalan takwa. Allah
SWT berfirman, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 71).
0 komentar:
Posting Komentar