Rabu, 05 Desember 2012

Mati Muda Akibat Terlalu Gembira


Kebanyakan orang meyakini stres sebagai sumber segala penyakit, sehingga rasa gembira bisa jadi kunci awet muda. Anggapan itu banyak benarnya, asal jangan berlebihan karena jika terlalu gembira risikonya justru lebih rentan mati muda.

Hingga porsi tertentu, emosi positif memang baik untuk kesehatan sehingga terapi tawa banyak diminati untuk mengatasi berbagai penyakit. Namun jika kegembiraan sudah berlebihan, efeknya tidak berbeda dengan orang yang selalu merasa sedih sepanjang
hidupnya.

Para peneliti di Inggris mengungkap bahwa orang-orang yang hidupnya selalu diliputi kegembiraan berlebih cenderung terjebak dalam pilihan gaya hidup yang tidak sehat. Perilakunya juga dinilai lebih berisiko karena kurang memprioritaskan faktor kesehatan.

Selain itu, kegembiraan yang berlebihan juga disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko gangguan mental bipolar. Pada gangguan tersebut, mood atau suasana hati bisa berubah secara ekstrem dari yang semula sangat gembira menjadi sangat menderita.

Kegembiraan yang akan berkembang menjadi gangguan bipolar biasanya adalah kegembiraan yang terlalu dipaksakan. Semakin memaksakan rasa gembira, risiko untuk berakhir dengan depresi berat semakin besar dan dampaknya kurang baik bagi kesehatan.

Belum lagi jika kegembiraan itu diluapkan pada saat-saat yang tidak tepat. Jika di lingkungannya ada yang terganggu atau merasa tersinggung, maka tanpa disadari orang-orang yang terlalu bergembira kadang-kadang menempatkan dirinya dalam bahaya besar.

"Jika Anda melakukan sesuatu dengan motivasi semata-mata agar bahagia, risikonya adalah rasa kecewa yang justru mengurangi kebahagiaan. Cara terbaik untuk bahagia adalah berhenti mengkhawatirkan kebahagiaan itu sendiri," ungkap salah satu peneliti, Prof June Gruber dari Yale University seperti dikutip dari Telegraph, Kamis (19/5/2011).

Berbagai anggapan di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan tim gabungan dari berbagai universitas di Inggris baru-baru ini. Penelitian tersebut dilakukan sejak tahun 1920, dengan mengamati sejumlah relawan hingga memasuki usia lanjut.

Hasil pengamatan menunjukkan, relawan yang selalu diliputi kegembiraan berlebihan cenderung meninggal lebih awal dibandingkan relawan yang dikategorikan kalem atau hidupnya lebih tenang. Kesimpulan ini diperoleh setelah disesuaikan dengan berbagai faktor termasuk penyakit dan gaya hidup.

Leave a Reply

Mati Muda Akibat Terlalu Gembira


Kebanyakan orang meyakini stres sebagai sumber segala penyakit, sehingga rasa gembira bisa jadi kunci awet muda. Anggapan itu banyak benarnya, asal jangan berlebihan karena jika terlalu gembira risikonya justru lebih rentan mati muda.

Hingga porsi tertentu, emosi positif memang baik untuk kesehatan sehingga terapi tawa banyak diminati untuk mengatasi berbagai penyakit. Namun jika kegembiraan sudah berlebihan, efeknya tidak berbeda dengan orang yang selalu merasa sedih sepanjang
hidupnya.

Para peneliti di Inggris mengungkap bahwa orang-orang yang hidupnya selalu diliputi kegembiraan berlebih cenderung terjebak dalam pilihan gaya hidup yang tidak sehat. Perilakunya juga dinilai lebih berisiko karena kurang memprioritaskan faktor kesehatan.

Selain itu, kegembiraan yang berlebihan juga disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko gangguan mental bipolar. Pada gangguan tersebut, mood atau suasana hati bisa berubah secara ekstrem dari yang semula sangat gembira menjadi sangat menderita.

Kegembiraan yang akan berkembang menjadi gangguan bipolar biasanya adalah kegembiraan yang terlalu dipaksakan. Semakin memaksakan rasa gembira, risiko untuk berakhir dengan depresi berat semakin besar dan dampaknya kurang baik bagi kesehatan.

Belum lagi jika kegembiraan itu diluapkan pada saat-saat yang tidak tepat. Jika di lingkungannya ada yang terganggu atau merasa tersinggung, maka tanpa disadari orang-orang yang terlalu bergembira kadang-kadang menempatkan dirinya dalam bahaya besar.

"Jika Anda melakukan sesuatu dengan motivasi semata-mata agar bahagia, risikonya adalah rasa kecewa yang justru mengurangi kebahagiaan. Cara terbaik untuk bahagia adalah berhenti mengkhawatirkan kebahagiaan itu sendiri," ungkap salah satu peneliti, Prof June Gruber dari Yale University seperti dikutip dari Telegraph, Kamis (19/5/2011).

Berbagai anggapan di atas didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan tim gabungan dari berbagai universitas di Inggris baru-baru ini. Penelitian tersebut dilakukan sejak tahun 1920, dengan mengamati sejumlah relawan hingga memasuki usia lanjut.

Hasil pengamatan menunjukkan, relawan yang selalu diliputi kegembiraan berlebihan cenderung meninggal lebih awal dibandingkan relawan yang dikategorikan kalem atau hidupnya lebih tenang. Kesimpulan ini diperoleh setelah disesuaikan dengan berbagai faktor termasuk penyakit dan gaya hidup.

0 komentar:

Posting Komentar