Sabtu, 15 Desember 2012

Gampang Lapar Ternyata Bagus untuk Kesehatan Otak Lho


Orang yang gampang lapar seringkali 'dituduh' mudah gemuk atau berisiko mengalami kelebihan berat badan. Tapi baru-baru ini sebuah studi baru menemukan bahwa orang yang gampang lapar seperti anak kecil ini justru mengalami penurunan kognitif lebih lambat ketika mencapai usia tua ketimbang orang yang selalu merasa kenyang.

"Hasil studi ini tidak kami duga karena studi lainnya telah menunjukkan bahwa orang-orang yang hidupnya susah ketika masih kecil justru lebih cenderung mengalami masalah seperti penyakit jantung, gangguan mental hingga fungsi kognitif yang lebih rendah daripada orang yang masa kecilnya tidak hidup susah," ungkap peneliti Lisa L. Barnes, Ph.D. dari Rush University Medical Center di
Chicago.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology ini melibatkan 6.158 orang dengan usia rata-rata 75 tahun dan tinggal di Chicago. Partisipan yang 62 persen diantaranya Afro-Amerika ini pun ditanyai tentang kondisi kesehatannya ketika masih kecil, situasi finansial keluarganya hingga lingkungan belajar partisipan.

Kemudian setiap tiga tahun hingga di akhir studi pada tahun ke-16, partisipan juga menjalani tes kognitif untuk mengukur perubahan yang mungkin terjadi pada fungsi otak partisipan.

Dari situ peneliti mengungkap 5,8 persen partisipan Afro-Amerika yang dilaporkan sering tidak mendapatkan makanan yang cukup, sering atau selalu lebih cenderung memiliki tingkat penurunan kognitif yang lebih rendah hingga sepertiga daripada partisipan yang jarang atau tak pernah kesulitan mendapatkan makanan.

Selain itu, 8,4 persen partisipan Afro-Amerika yang dilaporkan lebih kurus ketika menginjak usia 12 tahun daripada anak-anak sebayanya juga dilaporkan memiliki tingkat penurunan kognitif lebih rendah yaitu sepertiga daripada partisipan yang berat badannya sama atau lebih tinggi daripada sebayanya. Uniknya, kondisi ini tidak berlaku untuk partisipan Kaukasia atau berkulit putih.

Menurut Barnes, tim peneliti tidak tahu pasti mengapa kurangnya asupan makanan pada masa kecil bisa memunculkan efek perlindungan terhadap penurunan kognitif. Peneliti hanya menduga bahwa pembatasan kalori dapat menunda perubahan tubuh yang berkaitan dengan usia dan meningkatkan angka harapan hidupnya.

Dugaan lainnya ini merupakan efek survival selektif. Jadi para generasi tua dalam studi ini yang sempat mengalami masa kecil yang kesusahan justru telah tertempa menjadi orang-orang yang paling tabah dan tangguh pada jamannya.

"Hasilnya pun tetap sama, meski tim peneliti telah menyesuaikannya dengan faktor-faktor seperti tingkat pendidikan dan masalah kesehatan. Bahkan itu tetap tidak berubah setelah peneliti mengulangi analisisnya dengan mengesampingkan partisipan yang fungsi kognitifnya paling rendah di awal studi untuk membantu mengurangi kemungkinan partisipan yang menderita penyakit Alzheimer ringan dan tak terdiagnosis terlibat dalam studi ini," catat Barnes seperti dikutip dari medindia, Jumat (14/12/2012).

Leave a Reply

Gampang Lapar Ternyata Bagus untuk Kesehatan Otak Lho


Orang yang gampang lapar seringkali 'dituduh' mudah gemuk atau berisiko mengalami kelebihan berat badan. Tapi baru-baru ini sebuah studi baru menemukan bahwa orang yang gampang lapar seperti anak kecil ini justru mengalami penurunan kognitif lebih lambat ketika mencapai usia tua ketimbang orang yang selalu merasa kenyang.

"Hasil studi ini tidak kami duga karena studi lainnya telah menunjukkan bahwa orang-orang yang hidupnya susah ketika masih kecil justru lebih cenderung mengalami masalah seperti penyakit jantung, gangguan mental hingga fungsi kognitif yang lebih rendah daripada orang yang masa kecilnya tidak hidup susah," ungkap peneliti Lisa L. Barnes, Ph.D. dari Rush University Medical Center di
Chicago.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology ini melibatkan 6.158 orang dengan usia rata-rata 75 tahun dan tinggal di Chicago. Partisipan yang 62 persen diantaranya Afro-Amerika ini pun ditanyai tentang kondisi kesehatannya ketika masih kecil, situasi finansial keluarganya hingga lingkungan belajar partisipan.

Kemudian setiap tiga tahun hingga di akhir studi pada tahun ke-16, partisipan juga menjalani tes kognitif untuk mengukur perubahan yang mungkin terjadi pada fungsi otak partisipan.

Dari situ peneliti mengungkap 5,8 persen partisipan Afro-Amerika yang dilaporkan sering tidak mendapatkan makanan yang cukup, sering atau selalu lebih cenderung memiliki tingkat penurunan kognitif yang lebih rendah hingga sepertiga daripada partisipan yang jarang atau tak pernah kesulitan mendapatkan makanan.

Selain itu, 8,4 persen partisipan Afro-Amerika yang dilaporkan lebih kurus ketika menginjak usia 12 tahun daripada anak-anak sebayanya juga dilaporkan memiliki tingkat penurunan kognitif lebih rendah yaitu sepertiga daripada partisipan yang berat badannya sama atau lebih tinggi daripada sebayanya. Uniknya, kondisi ini tidak berlaku untuk partisipan Kaukasia atau berkulit putih.

Menurut Barnes, tim peneliti tidak tahu pasti mengapa kurangnya asupan makanan pada masa kecil bisa memunculkan efek perlindungan terhadap penurunan kognitif. Peneliti hanya menduga bahwa pembatasan kalori dapat menunda perubahan tubuh yang berkaitan dengan usia dan meningkatkan angka harapan hidupnya.

Dugaan lainnya ini merupakan efek survival selektif. Jadi para generasi tua dalam studi ini yang sempat mengalami masa kecil yang kesusahan justru telah tertempa menjadi orang-orang yang paling tabah dan tangguh pada jamannya.

"Hasilnya pun tetap sama, meski tim peneliti telah menyesuaikannya dengan faktor-faktor seperti tingkat pendidikan dan masalah kesehatan. Bahkan itu tetap tidak berubah setelah peneliti mengulangi analisisnya dengan mengesampingkan partisipan yang fungsi kognitifnya paling rendah di awal studi untuk membantu mengurangi kemungkinan partisipan yang menderita penyakit Alzheimer ringan dan tak terdiagnosis terlibat dalam studi ini," catat Barnes seperti dikutip dari medindia, Jumat (14/12/2012).

0 komentar:

Posting Komentar