Sabtu, 29 September 2012

Aksi Tawuran Pelajar Karena Dampak Konsumsi Narkoba?

Jakarta Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) mendesak Badan Narkotika Nasional (BNN) turun tangan dalam mengusut perilaku remaja yang terlibat tindak kekerasan seperti tawuran dan menyebabkan korban jiwa. Granat menduga aksi sejumlah pelajar tersebut dipicu oleh narkoba.

"Kalau dilihat mereka ini memiliki keberanian yang lebih dari remaja normal umumnya. Contohnya membawa senjata tajam yang bukan barang legal untuk dibawa ke sekolah, melakukan kekerasan di ruang publik dan menyebabkan rekan seusianya tewas. Bukan tidak mungkin tidak terkait narkoba," kata Sekjen Granat, Brigjen Pol (Pur) Ashar Suryobroto, di Jakarta, Sabtu (29/9/2012).

Oleh sebab itu, untuk menguatkan dugaan tersebut Ashar meminta lembaga berwenang, dalam hal ini BNN, untuk turun tangan mengatasi permasalah tersebut dengan melakukan tes urine.

"Terutama sekolah-sekolah yang terindikasi sering terlibat tawuran," kata Ashar.

Langkah tersebut, dia beralasan, harus segera dilakukan oleh para pemangku kepentingan, bukan hanya BNN namun juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Mumpung belum menjalar ke tempat-tempat lainnya," ujarnya.

Bila nanti terbukti, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan treatment kepada mereka yang terindikasi mengkonsumsi narkotika.

"Mereka adalah pengguna dan bukan tersangka. Apa yang mereka alami harus dapat disembuhkan," terangnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Humas BNN Kombes Sumirat Dwiyanto mengatakan, pihaknya tidak bisa berspekulasi apakah tindak kekerasan yang dilakukan pelajar tersebut sebagai efek dari mengkonsumsi narkoba.

"Kita belum memiliki data itu apakah tindak kekerasan tersebut dipengaruh narkotika atau tidak. Mungkin pada saat pemeriksaan tes urine akan diketahui apakah yang bersangkutan selama ini mengkonsumsi narkotika," jelas Sumirat

Sumirat tidak menampik salah satu dampak dari penggunaan narkotika adalah rasa memiliki keberanian yang berlebihan. Namun, tindak kekerasan bisa juga muncul karena sudah menjadi suatu kebiasaan.

BNN sendiri sudah sering melakukan penyuluhan mengenai bahaya narkotika di lingkungan pendidikan. Namun belum sampai kepada langkah proaktif untuk melakukan tes urine. Tes biasanya dilakukan atas permintaan sekolah, bisa saat pendaftaran siswa baru atau pertengahan semester tergantung kebijakan tiap sekolah.

Jumlah pelajar yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kendala BNN untuk proaktif melakukan tes urine kepada para pelajar.

"Ke depan diharapkan kita bisa proaktif," ujarnya.

Seperti diketahui, pada Senin (24/9) kemarin seorang siswa SMA 6 Alawy Yusianto Putra (15) tewas akibat diserang oleh siswa SMA 70. Kedua sekolah ini memang mempunyai catatan panjang mengenai aksi tawuran.

Selang dua hari kejadian tersebut, aksi tawuran kembali terjadi di kawasan Jl Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan. Aksi ini menewaskan Deni Januar (17) siswa SMA Yayasan Karya 66, Rabu (26/9) lalu.

Leave a Reply

Aksi Tawuran Pelajar Karena Dampak Konsumsi Narkoba?

Jakarta Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) mendesak Badan Narkotika Nasional (BNN) turun tangan dalam mengusut perilaku remaja yang terlibat tindak kekerasan seperti tawuran dan menyebabkan korban jiwa. Granat menduga aksi sejumlah pelajar tersebut dipicu oleh narkoba.

"Kalau dilihat mereka ini memiliki keberanian yang lebih dari remaja normal umumnya. Contohnya membawa senjata tajam yang bukan barang legal untuk dibawa ke sekolah, melakukan kekerasan di ruang publik dan menyebabkan rekan seusianya tewas. Bukan tidak mungkin tidak terkait narkoba," kata Sekjen Granat, Brigjen Pol (Pur) Ashar Suryobroto, di Jakarta, Sabtu (29/9/2012).

Oleh sebab itu, untuk menguatkan dugaan tersebut Ashar meminta lembaga berwenang, dalam hal ini BNN, untuk turun tangan mengatasi permasalah tersebut dengan melakukan tes urine.

"Terutama sekolah-sekolah yang terindikasi sering terlibat tawuran," kata Ashar.

Langkah tersebut, dia beralasan, harus segera dilakukan oleh para pemangku kepentingan, bukan hanya BNN namun juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Mumpung belum menjalar ke tempat-tempat lainnya," ujarnya.

Bila nanti terbukti, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan treatment kepada mereka yang terindikasi mengkonsumsi narkotika.

"Mereka adalah pengguna dan bukan tersangka. Apa yang mereka alami harus dapat disembuhkan," terangnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Humas BNN Kombes Sumirat Dwiyanto mengatakan, pihaknya tidak bisa berspekulasi apakah tindak kekerasan yang dilakukan pelajar tersebut sebagai efek dari mengkonsumsi narkoba.

"Kita belum memiliki data itu apakah tindak kekerasan tersebut dipengaruh narkotika atau tidak. Mungkin pada saat pemeriksaan tes urine akan diketahui apakah yang bersangkutan selama ini mengkonsumsi narkotika," jelas Sumirat

Sumirat tidak menampik salah satu dampak dari penggunaan narkotika adalah rasa memiliki keberanian yang berlebihan. Namun, tindak kekerasan bisa juga muncul karena sudah menjadi suatu kebiasaan.

BNN sendiri sudah sering melakukan penyuluhan mengenai bahaya narkotika di lingkungan pendidikan. Namun belum sampai kepada langkah proaktif untuk melakukan tes urine. Tes biasanya dilakukan atas permintaan sekolah, bisa saat pendaftaran siswa baru atau pertengahan semester tergantung kebijakan tiap sekolah.

Jumlah pelajar yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kendala BNN untuk proaktif melakukan tes urine kepada para pelajar.

"Ke depan diharapkan kita bisa proaktif," ujarnya.

Seperti diketahui, pada Senin (24/9) kemarin seorang siswa SMA 6 Alawy Yusianto Putra (15) tewas akibat diserang oleh siswa SMA 70. Kedua sekolah ini memang mempunyai catatan panjang mengenai aksi tawuran.

Selang dua hari kejadian tersebut, aksi tawuran kembali terjadi di kawasan Jl Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan. Aksi ini menewaskan Deni Januar (17) siswa SMA Yayasan Karya 66, Rabu (26/9) lalu.

0 komentar:

Posting Komentar