Kamis, 27 September 2012

Lebih Sehat dengan Berpikir Positif


  Bagaimana penolakan bisa memengaruhi kesehatan.
Penolakan akan memicu respon tubuh yang dapat meningkatkan risiko penyakit, seperti asma, arthritis, kardiovaskular, dan depresi.
Para ilmuwan dari UCLA meminta 124 orang dewasa yang sehat untuk berpartisipasi dalam tes yang bertujuan melihat bagaimana tekanan sosial, seperti rasa penolakan, dapat mempengaruhi terjadinya peradangan yang ujungnya dapat merugikan kesehatan mental dan fisik. Dalam penelitian ini, para relawan diatur untuk menjalani tes yang dibuat untuk membuat mereka merasa stres dan tertolak. Pengukuran tingkat peradangan yang terjadi diambil dari sampel saliva atau air liur yang diambil sebelum dan usai tes.
Pertama, relawan diminta untuk masuk ke dalam ruangan, dimana mereka akan bertatap muka dengan orang berpakaian jas putih (supaya terlihat pintar dan resmi), ujar George M.Slavich, PhD, psikolog klinis dari UCLA.
Kemudian para relawan diminta untuk mempersiapkan dan membuat pidato selama 5 menit, mengenai bagaimana mereka menjadi asisten administratif yang baik. Mereka juga diminta berdiri di depan para ‘penguji’ yang memegang papan agar terlihat lebih formal dan mengintimidasi.

Lalu ‘penguji’ menyuruh relawan menghitung mundur dari 2.935 dan dikurangi 7 secara berurutan hingga usai. Jika gagal, mereka diminta untuk mengulanginya lagi, tapi kali ini dengan dikurangi 13. Pada saat bersamaan, para ‘penguji’ memasang tampang kesal, dan meminta para relawan untuk melakukannya lebih cepat, tambah Slavich. Dan tidak mengherankan, sinyal biologis penanda peradangan yang ada dalam air liur relawan mengalami peningkatan secara drastis usai tes.
Selanjutnya, relawan yang sama diminta untuk ikut serta dalam permainan lempar bola di komputer, sambil berbaring dalam MRI (Magnetic Resonance Imaging). Tujuannya untuk melihat bagian otak sebelah mana yang menunjukkan stres.
Relawan dibuat ‘gagal’, dan orang imajinasi yang dipikir bermain bersama mereka tiba-tiba menghentikan permainan tanpa alasan apapun. Kemudian, para peneliti melihat otak relawan mengalami peningkatan rasa ketakutan, stres, dan penolakan. Ternyata, orang yang menunjukkan respon saraf terbesar saat merasa ditinggalkan ketika bermain, juga mengalami aktivitas peradangan yang sama seperti saat mereka diminta pidato. Dan individu yang paling sensitif, ditemukan memiliki respon biologis paling akut terhadap stress, jika diminta berbicara di depan umum, tambah Slavich.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu para ilmuwan dalam menolong orang-orang yang merasa tertolak, dan mengajarkan mereka untuk merespon dengan benar. Intinya, Slavich menyarankan kita untuk selalu berpikir positif terlebih dulu. Karena hal itu bisa menjadi yang terbaik untuk kesehatan kita. (Astrid Anastasia)

Leave a Reply

Lebih Sehat dengan Berpikir Positif


  Bagaimana penolakan bisa memengaruhi kesehatan.
Penolakan akan memicu respon tubuh yang dapat meningkatkan risiko penyakit, seperti asma, arthritis, kardiovaskular, dan depresi.
Para ilmuwan dari UCLA meminta 124 orang dewasa yang sehat untuk berpartisipasi dalam tes yang bertujuan melihat bagaimana tekanan sosial, seperti rasa penolakan, dapat mempengaruhi terjadinya peradangan yang ujungnya dapat merugikan kesehatan mental dan fisik. Dalam penelitian ini, para relawan diatur untuk menjalani tes yang dibuat untuk membuat mereka merasa stres dan tertolak. Pengukuran tingkat peradangan yang terjadi diambil dari sampel saliva atau air liur yang diambil sebelum dan usai tes.
Pertama, relawan diminta untuk masuk ke dalam ruangan, dimana mereka akan bertatap muka dengan orang berpakaian jas putih (supaya terlihat pintar dan resmi), ujar George M.Slavich, PhD, psikolog klinis dari UCLA.
Kemudian para relawan diminta untuk mempersiapkan dan membuat pidato selama 5 menit, mengenai bagaimana mereka menjadi asisten administratif yang baik. Mereka juga diminta berdiri di depan para ‘penguji’ yang memegang papan agar terlihat lebih formal dan mengintimidasi.

Lalu ‘penguji’ menyuruh relawan menghitung mundur dari 2.935 dan dikurangi 7 secara berurutan hingga usai. Jika gagal, mereka diminta untuk mengulanginya lagi, tapi kali ini dengan dikurangi 13. Pada saat bersamaan, para ‘penguji’ memasang tampang kesal, dan meminta para relawan untuk melakukannya lebih cepat, tambah Slavich. Dan tidak mengherankan, sinyal biologis penanda peradangan yang ada dalam air liur relawan mengalami peningkatan secara drastis usai tes.
Selanjutnya, relawan yang sama diminta untuk ikut serta dalam permainan lempar bola di komputer, sambil berbaring dalam MRI (Magnetic Resonance Imaging). Tujuannya untuk melihat bagian otak sebelah mana yang menunjukkan stres.
Relawan dibuat ‘gagal’, dan orang imajinasi yang dipikir bermain bersama mereka tiba-tiba menghentikan permainan tanpa alasan apapun. Kemudian, para peneliti melihat otak relawan mengalami peningkatan rasa ketakutan, stres, dan penolakan. Ternyata, orang yang menunjukkan respon saraf terbesar saat merasa ditinggalkan ketika bermain, juga mengalami aktivitas peradangan yang sama seperti saat mereka diminta pidato. Dan individu yang paling sensitif, ditemukan memiliki respon biologis paling akut terhadap stress, jika diminta berbicara di depan umum, tambah Slavich.
Tujuan penelitian ini adalah untuk membantu para ilmuwan dalam menolong orang-orang yang merasa tertolak, dan mengajarkan mereka untuk merespon dengan benar. Intinya, Slavich menyarankan kita untuk selalu berpikir positif terlebih dulu. Karena hal itu bisa menjadi yang terbaik untuk kesehatan kita. (Astrid Anastasia)

0 komentar:

Posting Komentar